Posted by : Anita Muslim
Senin, 04 Januari 2016
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
MANAJEMEN KONFLIK
Manajemen
konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan dan interpretasi.
Konflik
adalah ketidaksesuaian atau perbedaan antara tujuan-tujuan yang ingin di capai
atau metode yang dicapai atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Pendapat lain mengatakan bahwa konflik terjadi bila seseorang atau satu
kelompok mempunyai dua atau lebih kebutuhan
dan keinginan yang tidak dapat di penuhi secara bersamaan.
Menurut
Robbins dan judges sangat tepat untuk mengatakan bahwa terdapat ‘konflik’
tentang peran konflik di dalam kelompok dan organisasi. Ada mazhab pemikiran
yang mengatakan bahwa konflik harus dihindari. Konflik
mengidentifikasikanterjadinya suatu esalahan fungsi didalam kelompok.
Mazhab
pemikiran lain, yakni human relations view mengatakan bahwa konflik merupakan
hasil alamiah dan tak dapat dielakan dalam kelompok manapun dan bahwa konflik
bukanlah sesuatu yang jahat. Dengan kata lain, konflik memang suatu yang harus
diterima pandangan ini menganggap bahwa konflik mempunyai potensi untuk menjadi
kekuatan yang positif dalam menentukan kinerja kelompok.
Majhab
ketiga, dan yang paling mutakhi, melihat bahwa konflik tidak hanya dapat
menjadi kekuatan positif dalam kelompok, tetapi secara eksplisip mengatakan
bahwa ada konflik yang mutlak diperlukan oleh sebuah kelompok agar dapat
bekerja secara efekfit. Majhab ketiga ini disebut sebagai interactionist
aproach. Kalau pendekatan human relation menerima konflik, pendekatan interaksionis
mendorong adanya konflik, dengan alasan bahwa sebuah kelompok yang harmonis,
damai, tentran dan kooperatif, cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan
untuk melakukan perubahan dan menciptakan inovasi.
2.
JENIS
DAN PENYEBAB KONFLIK
a. Jenis
Konflik
Dilihat
dari sifatnya ada dua jenis konflik, yaitu konflik realistik dan konflik non
realistik.
1.
Konflik
Realistik
Konflik realistik atau sekelompok orang
mempunyai kebutuhan, tujuan, nilai, kepentingan, peran atau cara kerja yang
berbeda atau bertentangan. Dengan kata lain, ada perbedaan nyata atau perbedaan
sesungguhnya diantara orang-orang yang terlibat konflik.
2.
Konflik
Non-Realistik
Konflik non-realistik berdasar pada
perbedaan yang diespresikan (‘perceived diferences) sementara faktanya adalah
bahwa presepsi itu keliru, salah satu terdistorsi (berubah atau menyimpang).
Konflik nonrealistik berasal dari ketidak tahuan,kesalahan,tradisi,dan
prasangka,struktur organisasi yang tidak fungsional,permusuhan,ketegangan,dan
persaingan kalah-menang.Konflik jenis ini seringkali bisa di selesaikan hanya
dengan memaparkan informasi yang akurat kepada pihak-pihak yang terlibat
konflik.
Di lihat dari orang-orang yang
terlibat di dalamnya, konflik dapat di bagi ke dalam konflik antar-pribadi dan
konflik antar-kelompok.
1.Konflik
antar-pribadi
Konflik antar-pribadi akan sangat
mempengaruhi emosi seseorang. Di dalam konflik jenis ini, ada kebutuhan untuk
melindungi citra diri (self-image) dan harga diri (self-esteam) dalam pandangan
orang lain. Kepribadian atau sifat yang berbeda dapat menimbulkan konflik
semacam ini.Begitu pula kalau terjadi kegagalan komunikasi dan adanya perbedaan
persepsi. Konflik antar-pribadi timbul dari berbagai sumber, seprti: perubahan
dalam organisasi, perbedaan kepribadian, perbedaan nilai, perbedaan pandangan
atau persepsi, ancaman terhadap status.
2.Konflik
antar-kelompok
Konflik antar-kelompok terjadi karena
perbedaaan pandangan, loyalitas kelompok, dan persaingan untuk memperoleh
sumber daya yang terbatas. Dalamsebuah organisasi selalu ada keterbatasan
sumber daya, sementara kebutuhan dan keinginan berbagai kelompok di dalamnya
sangat beragam. Kondisi ini mendorong terjadinya konflik.
Dilihat
dari manfaatnya, ada konflik yang bersifat fungsional dan difungsional. Konflik
fungsional adalah konflik yang mendukung tercapainya tujuanya dan meningkatakan
kinerja kelompok. Sementara konflik difungsional adalah konflik yang
menghambat.
a. Penyebab
Konflik
Konflik
yang terjadi dalam sebuah organisasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor ini dapat dikategorikan kedalam faktor-faktor organisasinya dan
faktor-faktor antar-pribadi.
1. Faktor-faktor Organisasi
Penyebab
konflik yang paling jelas adalah
persaingan untuk memperoleh sumber daya yang langka. Sumber organisasi memiliki
sumber daya terbatas, dan konflik seringkali muncul disebabkan oleh pembagian
ruang, dana, peralatan, pegawai, atau sumber daya lain.
Penyebab
konflik berikutnya adalah ketidakjelasan tanggung jawab dan wewenang. Orang-orang
atau kelompok dalam organisasi kadang-kadang ragu tentang siapa yang seharusnya
bertanggung jawab untuk melakukan berbagai tugas atau kewajiban. Bila ini
terjadi, tiap pihak yang terlibat konflik biasanya menyangkal bahwa mereka
bertanggung jawab, dan disinilah pangkal konflik.
Faktor
organisasi ketiga yang sering berperan dalam konflik adalah interdependensi dan
kejadian-kejadian yang muncul drai kesaling-tergantingan ini. Di dalam
organisasi pada umumnya, berbagai unit kerja, kelompok, dan individu harus
bergantung pada pihak lain untuk menjalankan pekerjaan masing-masing. Mereka
menerima masukan dari orang atau pihak lain dan tak dapat bekerja tanpa masukan
ini. Masukan yang tertunda ,terlambat, atau di berikan dalam bentuk yang tidak
lengkap atau tidak memuaskan, sering memunculkan konflik tajam.
Faktor
keempat adalah sistem imbalan.Jika
sistem ini menciptakan kesenjangan antar-unit atau anatar-kelompok, bisa di
pastikan akan timbul konflik. Ini terutama terjadi bila orang-orang yang
terlibat di dalamnya,mempersiapkan sistem imbalan sebagai sistem yang tidak
adil atau bis.
Konflik
terkadang merupakan akibat tidak langsung dari diferensiasi atau pembedaan di
dalam sebuah organisasi. Ketika organisasi tumbuh dan berkembang
banyak
yang kemudian cenderung menambah jumlah bagian dan divisi. Orang-orang dan
bekerja dalam kelompok-kelompok ini akan tersosialisasi dengan kelompoknya dan
cenderung menerima norma-norma dan nilai kelompok. Ketika mereka
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok kerja masing-masing, presepsi
mereka terhadap anggota organisasi yang lain bisa berubah.
1. Faktor-faktor antar pribadi
Penyebab konflik yang sering di
jumpai adalah rasa iri hati atau dendam. Bila seseorang kecam atau dimarahi
oleh orang lain, yang menyebabkan mereka kehllangan muka, ia bisa mengembangkan
sikap yang sangat negatif terhadap orang-orang yang dianggapnya bertanggung
jawab. Akibatanya, ia dapat menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk
merencanakan atau benar-benar melakukan tindakan balasan.
Kedua, konflik bisa berasal dari
atau diperkuat oleh anggapan atau kesalahan atribusi, yakni kesalahan mengenai
penyebab dari perilaku orang lain.
Faktor
antar pribadi ketiga yang cukup berperan dalam memunculkan konflik organisasi
adalah komunikasi yang kuat ia mengacuh pada kenyataan bahwa orang sering
berkomunikasi dengan orang lain dengan cara-cara yang mengganggu atau yang
tidak menyenangkan, meskipun mereka tidak bermaksud begitu. Komunikasi yang
buruk ini sering kali terkait dengan ketidak jelasan pesan-pesan yang
disampaikan aasan kadang-kadang menganggap banwa pesan-pesannya jelas sementara
bawahannya binggung tentang apa yang harus dilakukan.
Konflik sering juga berasal dari
kritik yang tidak tepat yakni umpan balik yang negatif yang disampaikan dengan
cara-cara yang menyinggung si pemiliknya ketimbang berfokus pada cara-cara
melakukan pekerjaan secara lebih baik.
Faktor
antar pribadi keempat yang menjadi sumber konflik adalah ketidakpercayaan.
Semakin kuat kecurigaan bahwa pihak lain akan merugikan atau mengganggu dan
mengabaikan kepentingannya, semakin besar kemungkinan terbinanya hubungan yang
di warnai konflik dengan orang lain itu. Akhirnya sejumlah karakteristik
pribadi tampaknya juga memainkan peran dalam konflik organisasi. Orang-orang
dengan kepribadian ini tertentu cenderung mampu menyelesaikan konflik dengan
cara-cara yang lebih produktif (misalnya melalui kolaborasi atau kompromi).
1.
KERUGIAN
DAN MANFAAT KONFLIK
Pada
tingkat hubungan antar-pribadi, konflik dapat merusak kerja sama kelompok.
Ketidakpercayaan dapat tumbuh di antara orang-orang yang semestinya
mengordisasikan tugas-tugas atau kegiatan mereka. Salah satu akibat individual
dari konflik adalah timbulnya perasaan kalah dalam diri seseorang, sementara
citra diri orang lain dalam pandangannya akan menurun. Seorang pemimpin atau
manager harus menjaga agar akibat-akibat tersebut tidak sampai membawa dampak
tidak produktif bagi organisasi.
Sementara
itu, berikut ini adalah manfaat yang dapat di peroleh dari konflik.
·
Memunculkan masalah-masalah yang
tersembunyi ke permukaan, sehingga ada kemungkinan, sehingga ada kemungkinan
untuk terselesaikan.
·
Mendorong orang untuk mencari perdekatan
yang lebih tepat agar memperoleh hasil yang lebih baik. Situasi konflik
mendorong orang-orang menjadi lebih kreatif dan memunculkan gagasan-gagasan
baru dan segar.
·
Meningkatkan kesadaran diri dan
kesadaran terhadap orang lain dan masalah-masalah yang mereka hadapi. Konflik
dapat mengarah pada mengarah pada pertukaraan informasi secara jujur dan
terbuka, yang dapat menciptakan dasar yang lebih baik untuk berkomunikasi di
masa mendatang.
·
Menyempurnakan proses pengambilan keputusan.
Dalam sebuah organisasi, sering lahir keputusan yang buruk karena orang terlalu
cepat setuju pada semua pemecahan masalah. Dengan adaya konflik masalah dapat
di telaah secara lebih seksama dari berbagai sudut pandang, sehingga cenderung
menghasilkan keputusanyang lebih baik.
Menyebabkan
perubahan-perubahan. Konflik bisa saja terjadi karena perbedaan cara pandang. Bila
cara pandang baru dinilai lebih baik, maka akan muncul
·
dorongan untuk melakukan perubahan ke arah
solusi atau anternatif yang lebih baik.
·
Mengurangi kebosanaan, melakukan sesuatu
dengan cara yang sama untuk masa yang panjang, bisa menimbulkan kejenuhan.
Ketika cara ini di tantang oleh pandangan atau pendekatan baru dan beragam,
kebosanan bisa di kurangi. Kekayaan perspektif dari banyak orang juga dapat
membawa kita keluar dari rutinitas yang membelenggu ke suasana yang lebih
menyengarkan.
1.
METODE
PENCENGAHAN DAN PENGENDALIAN KONFLIK
Langkah
pertama menyelesaikan konflik adalah menemukan dan mengetahui konflik itu dan
mengangkatnya ke permukaan. Banyak saluran yang dapat di gunakan, misalnya :
pengamatan langsung terhadap perilaku bawahan atau kebiasaan mereka ( datang
terlambat, menolak saran orang lain, mencari-cari alasan, menyalahkan orang
lain, cemas, dan sebagainya), menyediakan kotak saran, menjalankan kebijakan
pintu terbuka, mewawancarai orang yang akan keluar.
Sebagai bagian dari pengelolaan
konflik, berikut ini ada beberapa aspek pencengahan dan pengendalian konflik
yang perlu yang perlu di cermati baik pada tingkat individu maupun organisasi.
1. Pengendalian
diri
Pertimbangkan dan pilih reaksi anda, jangan
emosianal. Hindari ketengangan di manapun terjadi. Dengan secara aktif memberi
dan menerima dukkungan emosional dari keluarga, teman-teman dan kolega anda
dapat memperoleh kemampuan untuk menghadapi provokasi juga kembangkan kemampuan
untuk bertenggang rasa dan menerima orang lain, dengan segala kekurangan dan
kelebihannya. Jika kita menanggapi setiap rangsang (stimuli) secara emosional,
besar kemungkinan akan timbul konflik. Tetapi jika setiap ransangan kita terima
dengan melakukan analisis yang rasional, kita dapat memilih tanggapan yang
tepat.
2. Hidup
“Sehat”
Anda harus menciptakan hubungan yang
sehat dengan orang lain. Pelihara iklim emosional yang bersih. Dalam hubungan
dengan orang lain, anda harus mencoba untuk tidak mendominasi, mengancam,
menjelekkan atau selalu menilai orang lain. Berlatihlah untuk mendengar secara
efektif dan beritahu orang lain apa yang sebenarnya anda butuhkan atau harapan
daripada membiarkan orang lain menduga-duga.
Aspek-aspek
di atas juga dapat di gunakan pada tingkat kelompok atau organisasi. Selain
itu, pada tingkat kelompok atau organisasi, kita dapat memperhatikan aspek-aspek
berikut ini :
1. Struktur
organisasi, organisasi yang terlalau terpusat dan birokratis punya potensi
lebih besar untuk melahirkan konflik,
2. Kepribadian
pemimpin, seorang pemimpin yang terbuka dan memberikan dukungankepada bawahannya,
cenderung akan mengurangi konflik
3. Iklim
atau suasana kelompok, persaingan yang berlebihan dalam kelompok atau antar
kelompok terutama jika persaingan itu berakibat adanya pihak yang menang dan
kalah, cenderung untuk melahirkan konflik yang tidak sehat.
4. Kebijakan
dan prosedur yang memadai dan jelas, ketidakjelasan kebijakan dan prosedur
dapat menyebabkan interpertasi yang berbeda di kalangan kariawan atau unit
kerja pada gilirannya kondisi ini akan memicu konflik.
Pada
saat konflik sudah terjadi, orang-orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik biasanya memilih satu cara tertentu untuk menyelesaikan konflik. Pada
dasarnya, ada empat strategi penyelesaian konflik yang lazim di gunakan,
khususnya dalam konteks organisasi.
1. Menghindar
(Avoiding), menarik diri secara fisik dan mental dari konflik yang terjadi.
2. Memperhalus
(smoothing) mengakomodasikan kepentingan pihak lain.
3. Memaksa
(forcing) menggunakan taktik kekuasaan untuk memenangkan konflik.
4. Menghadapi
konflik (confronting), menghadapi konflik secara langsung dan menyelesaikannya
dengan cara yang memuaskan semua pihak.
Cara
terakhir (confronting) adalah yang paling mungkin mewujudkan penyelesaian yang
memuaskan, tetapi tidak mudah di lakukan. Salah satu alternatif kontruktif
adalah dengan menunjukan perilaku asertif( tegas). Assertiveness atau ketegasan
di artikan sebagai “the prosses of expressing feelings, asking for legitimate
favors, and giving and receiving honest feedback” ( proses mengungkapkan
perasaan, meminta orang lain untuk melakukan tindakan baik yang sah dan logis,
dan memberi dan menerima umpan balik yang jujur).
Seorang
yang asertif tidak ragu-ragu meminta orang lain agar mengubah perilaku yang
salah, dan juga merasa ‘enak’ ketika menolak permintaan yang kurang masuk akal
dari orang lain. Orang-orang asertif harga diri dan bisa membuat orang lain
merasa berharga. Perilaku asertif umumnya paling efektif jika dapat memadukan
unsur-unsur verbal dan nonverbal ( misalnya : kontak mata, posisi tubuh,
gerakan tubuh, ekspresi wajah, nada suara dan sebagainya).
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Manajemen
konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar
dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi
kepentingan dan interpretasi.
Konflik
adalah ketidaksesuaian atau perbedaan antara tujuan-tujuan yang ingin di capai
atau metode yang dicapai atau metode yang digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut. Pendapat lain mengatakan bahwa konflik terjadi bila seseorang atau
satu kelompok mempunyai dua atau lebih kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat di penuhi
secara bersamaan.
B.
Saran
Dalam
manajemen konflik harus ada aksi dan reaksi antara pihak satu dengan pihak
luarnya. Penulis menyadari kekurangan dalam makalah ini, maka pembaca kiranya
dapat menyampaikan kritik dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Marwansyah,
Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung : Alfabeta, 2014